Dialog antara impian dan realita
Dialog antara actual self and
ideal self
Kebiasaan menulis sebelum tidur, membuatku terbangun di malam hari.
Saya tidak mau melewati momen ini, momen yang begitu berharga untuk
dilewati, karena di saat inilah saya bisa berbicara dengan diri sendiri, my inner-self, The who need to be listened
and understood.
Setelah resign dari pekerjaan
sebelumnya, setahun yang lalu, banyak ide yang bermunculan di pikiran saya
tentang bagaimana bisa survive untuk
mengembangkan ide dan berkarya walaupun hanya dari rumah. Berbagai
rencana bisnis telah saya diskusikan dengan suami, namun tidak ada satu
pun yang terealisasikan. Salah satu faktor yang menjadi penghambat adalah
keraguan dari diri saya sendiri. Pertanyaan bagaimana cara memulainya? Belum
satu rencana terealisasikan sudah bermunculan ide yang lain, dan akhirnya
saya hanya diam dan tidak pernah melakukan apapun.
Sekarang? Setelah melahirkan, ketika han han sudah mulai bisa
diajak kerja sama, saya mulai menyemangati diri saya sendiri,
mengumpulkan energi supaya bisa produktif, mulai dari mencari pekerjaan
baru, berbisnis kecil2an, yaitu menjual dessert (jangka pendek es krim, pudot, jangka menengah, jar cake, jelly art,
jangka panjang cup cake dan tart), dan mulai rutin menulis.
Dengan aktivitas saya sekarang, saya menjadi lebih baik, perlahan
tapi pasti, saya menjadi pribadi yang lebih bersemangat dari sebelumnya,
dan bisa memperoleh social connection. That’s
what I’m searching for, some good stuffs
for maintaining my mental health.
Namun, dibalik semua keberhasilan kecil yang saya lakukan saat
ini, saya tidak bisa menampik kalau saya masih memikirkan salah
satu mimpi besar saya, yaitu menjadi Art
therapist. Mimpi yang sudah Lama ingin saya wujudkan semenjak 2012.
Ketika resign dari pekerjaan
lama, saya berjuang mati2 an demi mengejar mimpi tersebut, mulai
dari memperoleh LoA dari Queensland University , belajar IELTS mati-matian menjelang kelahiran dan
awal memiliki anak, dan memperoleh beasiswa. Sayangnya, mimpi itu harus
terhenti karena saya tidak memperoleh beasiswa dari Australia Scholarship Awards, dan IELTS saya belum cukup untuk memperoleh unconditional LoA dan apply
beasiswa lain.
Berhubung, dana di tabungan pun pas-pasan untuk mengikuti course IELTS dan ujiannya, dengan sangat berat hati,
mimpi tersebut harus saya hentikan dan saya mengubah haluan, membanting stir
180 derajat, dan memilih berfokus kepada anak saya. Saya hanya bisa
berpikir positif, mungkin ini belum saatnya. Masih ada tugas yang
lebih mulia yang harus saya lakukan yaitu merawat anak saya. Saya pun
berusaha untuk mengikhlaskannya. Saya hanya bisa berdoa, semoga
suatu saat nanti saya memperoleh jalan untuk mewujudkan mimpi besar saya,
dan di saat yang tepat segala jalan akan di permudah dari memperoleh nilai IELTS hingga beasiswanya. Yakinkan
hati, yakinkan diri kalau Tuhan tidak akan pernah diam, Dia tidak
melupakan bagaimana usaha saya selama bertahun2 untuk mewujudkan mimpi
saya, Dan banyak hal yang saya korbankan. Tuhan pasti membantu
saya. Saya harus yakin dan percaya. Insya
Allah.
Sekarang, yang harus saya lakukan adalah mengikhlaskannya dan
fokus pada kehidupan saya, dan berusaha menjadi seorang Ibu dan istri yang
baik. Yakin jika ada kesempatan semua pasti akan berdatangan.
Mundur selangkah untuk bisa
berlari,
Mengalah pada ego untuk bisa
mewujudkan mimpi saya
Semoga selalu dipermudah jalannya
0 komentar:
Posting Komentar